Senin, 20 Juli 2009

The Rolling Stone Interview: Iwan Fals


Iwan Fals berbicara dari hati tentang sikapnya terhadap militer, Pemilu 2009, fans yang merindukan sosok Iwan Fals yang bengal, dan karya-karyanya yang belum jelas kapan akan dirilis Oleh Adib Hidayat Foto oleh Drigo L. Tobing

Mata Iwan Fals berbinar saat album baru Bob Dylan Together Through Life yang saya bawa petang itu diterimanya. “Wah, terima kasih sekali. Sudah lama saya tidak menyimak lagu-lagu Bob Dylan. Rolling Stone bawa dia ke Indonesia dong,” kata Iwan yang langsung meminta asistennya untuk mengambil audio system untuk memutar CD di sudut rumah Iwan Fals di Leuwinanggung malam itu. Saya datang kembali ke Leuwinanggung setelah dua hari sebelumnya melihat Iwan Fals dan Slank bersatu di Panggung Kita di Leuwinanggung, membawakan lagu-lagu bertema politik lewat konser bertema Panji-Panji Demokrasi.


Terakhir melakukan interview panjang dengan Iwan Fals adalah saat dirinya merilis album 50:50 di tahun 2007. Akhir tahun 2008, saya sempat datang ke Leuwinanggung untuk memberikan secara simbolis penghargaan The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa. Kami cukup banyak berbicara saat itu soal reuni Kantata Takwa dan kepergian Iwan Fals ke India. Kami kembali bertemu saat Iwan Fals shooting Clas Music Heroes di kawasan Manggarai. Iwan sempat menanyakan kabar anak dan istri saya yang dirawat karena sakit. Iwan Fals memang begitu peduli dengan kesehatan. Setiap konser tak lupa selalu bertanya soal kesehatan penontonnya.


Iwan Fals meminta kepada asistennya mengganti lukisan besar yang persis terpajang di dinding belakang tempat dia duduk. ”Saya mau ganti lukisan yang besar itu, sekalian buat promosi saya bisa melukis, hahaha. Lukisan ini rekaman perasaan saya saja. Kalau kata keponakan saya, ini Iwan Fals lagi buang-buang cat. Lukisan ini sudah hampir setahun usianya ya. Tapi ini masih belum jadi,” kata Iwan terkekeh. Saya lantas meminta Iwan Fals untuk membuat pameran. ”Ayo, lihat deh sini lukisan-lukisan saya yang lain. Mau lihat, nggak? Kacau nih, Anda mengompori saya untuk pamer lukisan.”


Banyak lukisan yang belum jadi. Sekitar 100 lukisan Iwan Fals terpampang. Iwan membawa saya menuju studio. Ruang dapur. Ruang tamu dan beberapa sudut rumah yang di semuanya terpampang lukisan-lukisan yang dibuat Iwan Fals. Lukisannya lebih mengarah pada benda-benda abs-trak. Sapuan-sapuan dengan warna yang cenderung berwarna hitam, merah, serta hijau. Tentu tidak semua orang bisa diperbolehkan masuk, berkeliling kediam-an pribadi Iwan Fals dan melihat koleksi lukisannya. Sekian lama mengenal Iwan Fals, akhirnya saya diterima dengan hangat di keluarganya.


Kami duduk di salah satu pojok rumahnya. Di depan kami terlihat dua makam. Satu makam milik putra pertama Iwan, Galang Rambu Anarki, makam kedua milik Haryo, adik Iwan Fals yang pernah merilis album bersama kelompok Sinikini.
Ditemani dengan lagu-lagu dari album terbaru Bob Dylan yang mengalun dari audio system di tempat kami duduk, saya dan Iwan Fals terlibat dalam percakap-an panjang selama hampir tiga jam. Percakap-an tentang militer, kerinduan fans yang ingin Iwan kembali bengal, dan tentu saja, tentang album baru Iwan Fals.
Sumber:www.rollingstone.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar