Sabtu, 21 November 2009

Harapan Iwan Fals: "Pemilu 2014, Lima Partai Saja"


Pemilu legislatif yang baru saja digelar 9 April lalu menyisakan beberapa catatan penting. Di lapangan, misalnya, masyarakat mengalami kesulitan lantaran terlalu besarnya ukuran kertas pilihan, sementara ruang tempat mencontreng terlalu sempit. Kesulitan itu bukan saja dialami pihak pemilih tapi juga panitia pemilihan umum dalam hal ini KPU (Komisi Pemilihan Umum -red). KPU mengalami kesulitan secara teknis dalam pelaksanaannya. Biaya pelaksanaan juga jadi membengkak. Hal ini jelas akan membebani negara untuk menggelar Pemilu.

Setelah terjadi Pemilu, realitasnya pun hanya lima partai saja yang mendapat pemilih cukup besar. Berdasarkan kenyataan ini, untuk Pemilu 2014 sebaiknya partai-partai itu disederhanakan menjadi lima partai saja. Yaitu, Partai Ketuhanan, Partai Kemanusiaan, Partai Persatuan, Partai Kerakyatan dan Partai Keadilan. Partai-partai itu dipetik dari Pancasila. Nama sistem demokrasinya menganut demokrasi Pancasila. Itulah buah pikiran Iwan Fals yang diungkapkan kepada wartawan iwanfals.co.id.

Masih menurut Iwan Fals, kita tak perlu pusing mencari bentuk-bentuk. “Kita sudah memiliki modal besar dan panduan yang pasti dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila. Jadi partai-partai yang ada tinggal bekerja untuk sila-silanya.

“Kenyataan multi partai, kita mengalami kesulitan. Akhirnya bikin bingung. Saya berpikir, kenapa tidak disederhanakan saja. Kita sepakat Pancasila, sebagai modal bernegara. Berdasarkan penelitian. Nilai ke-Indonesia-an. Kenapa butir-butir Pancasila tidak dikembangkan menjadi partai-partai itu? Misalnya, Partai Ketuhanan, Partai Keadailan, Partai Persatuan, Partai Kemanusiaan dan Partai Kerakyatan. Semua orang Indonesia bekerja untuk itu. Menurut saya, itu warna kita yang benar-benar berbeda dengan Amerika yang cuma dua, Demokrat dan Republik. Kita jadi punya ciri khas sendiri. Dan yang pasti lebih sederhana,” papar Iwan Fals dengan semangat.

Untuk menyederhanakan menjadi 5 partai perlu dilakukan fusi bukan lagi koalisi, berdasarkan nilai-nilai yang diperjuangkan. Jadi partai-partai yang memiliki spirit perjuangan sama melebur jadi satu partai. Seluruh partai yang berlandaskan keagamaan, misalnya, masuk Partai Ketuhanan, partai-partai yang lebih menyuarakan persatuan; masuk Partai Persatuan dan seterusnya. “Saya berharap ini jadi pekerjaan rumah para legislatif. Pada tahun 1955, kita pernah mengalami itu. Kalau dari kaca mata itu, kita mengalami kemunduran. Toh pada akhirnya tinggal empat partai yang berkoalisi. Itu sudah paling banyak. Kalau dari pagi sudah dibentuk lima partai tak perlu lagi ada koalisi lagi. Sudah langsung main. Soal teknisnya gimana nanti,“ tandas Iwan Fals.

Pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan menyangkut sistem pemerintahan. Kita mau menganut sistem presidensial atau parlementer, harus jelas. “Juga harus disegerakan presidensial atau parlementer. Ada yang bilang sistem sekarang ‘banci’. Mesti dipastiin buru-buru supaya tidak menimbulkan polemik berkepanjangan. DPR harus bikin aturan main, jadi nanti lembaga tinggi negara yudikatif dan eksekutif, sehingga tidak terjadi lagi debat kusir. Tafsir bisa banyak sekali. Saya tidak bisa menjelaskan tafsir pasal-pasal itu. Orang harusnya sudah kerja tapi masih ngomong pasal-pasal,” tutur Iwan Fals.

Selain perlunya penyederhanaan partai, Iwan juga berharap perlu adanya penyederhaan peraturan. Menurutnya, peraturan yang sekarang berlaku, peraturan apapun, terlalu rumit. Peraturan idealnya harus bisa dipahami semua golongan dan lebih sederhana. Jadi jangan membuat peraturan yang hanya bisa dipahami orang berpendidikan saja. Tapi juga masyarakat yang berpendidikan rendah.

“Segeralah dipastikan peraturan itu. Ada yang bilang warisan Belanda lah dan lain-lain. Ini tugas kaum yudikatif. Kalau banyak tafsir malah menjerumuskan. Setelah dibentuk aturan main, dibuat buku saku di mana setiap warga negara bisa mengantongi untuk dipelajari. Jadi tahu mana yang salah dan benar,” ujar Iwan Fals. Yang terjadi kata Iwan, “Kadang-kadang bahasa hukum susah. Ini tantangan buat pembuat peraturan. Jadi yang mengawasi peraturan juga memahami,” lanjutnya.

Lalu jika presiden bersama kabinetnya beserta legislatif sudah terpilih, bekerja untuk kepentingan rakyat. Bukan lagi memikirkan partai. Atau langsung mundur dari partai. Atau biar lebih gamblang jangan mengurus partai lagi. “Begitu masuk Senayan, harus membela rakyat. Keluar dari bajunya. Yang ada hanya Merah Putih. Sekarang ini, banyak legislatif yang cuma memperjuangkan golongan saja,” ungkap Iwan Fals.

Iwan begitu yakin, jika Indonesia hanya memiliki lima partai, warga negara bekerja lebih semangat. Tiap warga negara bekerja untuk Pancasila. “Dan kita pun sudah memiliki identitas yang lebih pasti, yaitu Pancasila,” pungkas Iwan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar